
Hati mereka serasa sesak oleh Kompetensi inti, kompetensi dasar, standar kompetensi, indikator, RPP dan dan bisa dilanjutkan lagi. Ya ...hati yang penuh itu masih harus dengan derai arus perasaan yang berat menyelipkan, meski tetap utama adalah perhatian kasih sayang dan cinta pada keluarga, suami, istri, dan anak-anak. Di tempat tugas, mereka tak boleh abai sedikitpun terhadap perhatian perkembangan hati peserta didik. Kalau boleh dituliskan dengan tinta tebal "HANYA MEREKALAH YANG MEMILIKI HATI YANG ISTIMEWA YANG TELAH DIRAJUT KHUSUS UNTUK TUMBUHNYA CINTA DALAM HATI MEREKA DAN HATI YANG MEREKA SENTUH"
Kalau dihitung rasanya tidaklah cukup, namun karena hati penuh cinta hal itu tetap sana bisa berjalan indah. Sudah barang tentu hal ini terjadi pada semua pribadi yang dipanggil GURU. Sebab menjadi guru/pendidik yang sebenarnya adalah pilihan ALLAH. Mereka dipanggil Allah. St. Yohanes Berchman mengatakan bahwa,"tidak ada seorang pun dapat bekerja di dunia pendidikan (anak-anak) kalau
bukan Allah sendiri yang telah memberikan kuncinya".
Jadi hati para peserta diri tetap terlambungkan doa yang selalu terpanjatkan meski tak terucapkan. Yakni, teruskan pilihanmu itu bapak dan ibu guruku. Kesahmu, lelahmu tetap berharga bagi kami. Tantangan akan selalu akan dan pasti ada, bahkan tak akan pernah lenyap dari jalan terjal cinta yang Kau tapaki. Namun satu hal, biarlah "passion' itu tetap hadir bernyala dalam hati Bapak dan Ibu guru kami. Sebab dengannya kalian dimampukan untuk melampaui tantangan itu semua. Tanpa 'hadirnya passion' itu dalam hati yang mewarnai perjalanan, selama itu pula kehadiran seorang guru tiada makna berarti. Kehadiran hanya sebatas memetik untuk, tidak optimal dan kurang mampu mentransformasikan diri dan orang lain. Jadi Bapak dan Ibu guruku... kunantikan 'passion' kalian setiap hari karena hanya kepada mereka yang ber-compasionate- lah kami serahkan hati kami.
Berkah Dalem (dari seorang yg ingin menjadi murid)
p@trik